Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang akan berlaku mulai tahun depan, menuai kritik publik.
Pemerintah beralasan, kenaikan PPN 12 persen ini merupakan amanat Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Ketua Himpunan Masyarakat Nusantara (Hasrat) Sugiyanto memberikan solusi pengganti terkait penundaan kenaikan PPN 12 persen.
Menurut Sugiyanto, pemerintah dapat merujuk pada berbagai referensi alternatif yang ada. Salah satunya adalah dengan melakukan optimalisasi penerimaan pajak.
"Pemerintah dapat memperbaiki pengawasan dan penegakan hukum terkait pajak di sektor-sektor yang belum terjangkau, seperti pajak ekonomi digital, pajak kekayaan (wealth tax), atau pajak karbon," kata Sugiyanto kepada RMOL, Senin 23 Desember 2024.
Selain itu, pajak kekayaan yang menyasar individu berpenghasilan tinggi atau pajak windfall komoditas yang dikenakan pada keuntungan luar biasa sektor tertentu seperti tambang atau sawit juga bisa menjadi opsi perpajakan yang efektif.
"Menutup kebocoran pajak di sektor sawit dan transaksi perusahaan digital lintas negara juga bisa menjadi opsi yang tepat," kata Sugiyanto.
Dengan langkah-langkah tersebut, menurut Suiyanto, pendapatan negara dapat meningkat tanpa harus membebani rakyat kecil.
Sugiyanto melanjutkan, alternatif lainnya adalah efisiensi anggaran negara. Pemerintah perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap belanja negara untuk memastikan tidak ada kebocoran atau pengeluaran yang tidak produktif.
"Belanja-belanja yang tidak prioritas bisa dialihkan untuk menutup defisit anggaran," kata Sugiyanto.
Langkah-langkah tersebut lebih adil karena menyasar pihak yang lebih tepat dan hanya membebani mereka yang memiliki kemampuan finansial lebih besar, daripada menaikkan PPN 12 persen yang berpotensi membebani masyarakat.
Langkah ini menjadi relevan di tengah kondisi yang sangat rentan, di mana harga barang terus melonjak dan masyarakat hanya bisa berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
"Pendapatan dari pajak alternatif ini bisa difokuskan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat," kata Sugiyanto.
Intinya, masih ada solusi alternatif lain yang lebih bijaksana, bukan sekadar menaikkan PPN 12 persen yang hanya menjadi solusi instan untuk menutupi defisit anggaran yang mungkin terjadi akibat pengelolaan negara yang buruk dan kurang efisien.
"Namun jika PPN tetap naik, kami hanya bisa pasrah, dan berharap Presiden Prabowo segera menghukum berat para koruptor," pungkas Sugiyanto.
Sumber: rmol
Foto: Ilustrasi rupiah/Net