Kubu Pramomo Anung-Rano Karno yang memaksakan Pilkada Jakarta hanya berlangsung satu putaran menjadi perdebatan serius. Sebab, usulan ini tidak hanya bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi, tetapi juga dianggap melanggar konstitusi negara, khususnya aturan dalam Undang-Undang Pilkada yang telah menjadi dasar legal pelaksanaan pemilu di tingkat daerah.
“Memaksakan Pilkada Jakarta satu putaran itu melawan konstitusi negara. Berdasarkan real count KPU kubu Pramono Anung-Rano Karno belum melebihi 50 persen,” kata Relawan Anies pendukung Ridwan Kamil-Suswono Jajang dalam pernyataan kepada redaksi www.suaranasional.com, Selasa (3/12/2024).
Pemilihan dua putaran dirancang untuk memastikan kepala daerah yang terpilih memiliki legitimasi yang kuat dari mayoritas pemilih. Memaksakan satu putaran bisa menimbulkan persepsi bahwa proses ini mengabaikan suara mayoritas demi kepentingan politik tertentu.
“Jika Pilkada Jakarta dipaksakan hanya satu putaran tanpa dasar hukum yang jelas, hasil pemilu berpotensi digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Hal ini akan menciptakan ketidakstabilan politik dan birokrasi di ibu kota,” ungkapnya.
Jika DKI Jakarta diperbolehkan melakukan penyimpangan aturan, maka daerah lain dapat mengikuti pola yang sama. Ini berpotensi melemahkan aturan hukum di seluruh Indonesia.
Memaksakan satu putaran dianggap sebagai bentuk manipulasi yang mengancam integritas pemilu, sehingga dapat mengurangi kepercayaan publik terhadap proses demokrasi.
“Pilkada dua putaran memberikan kesempatan bagi rakyat untuk mengevaluasi kandidat secara mendalam, terutama jika pilihan di putaran pertama tidak menghasilkan mayoritas mutlak. Satu putaran dianggap sebagai bentuk pembatasan terhadap hak rakyat untuk memilih secara optimal,” paparnya.
Sumber: suaranasional
Foto: Jajang (IST)