Setelah polemik panjang terkait keberadaan pagar laut yang membentang 30 KM di pesisir laut Tangerang dengan berbagai polemik didalamnya. Hingga dititik tertentu tidak ada yang mengaku siapa pemiliknya. Dinamikanya semakin tinggi baik itu diruang publik maupun diruang media sosial. Pro kontra pun semakin tajam, buzzer-buzzer pun tumbuh subur, juag konten kreator pun memanfaatkan situasi demikian dengan berbagai narasi ada yang menyoroti dan ada pula yang membelanya.
Gonjang ganjing pagar laut ini pun seperti tak berujung ; siapa yang pasang, siapa pemiliknya, dan biaya darimana--dan setumpuk pertanyaan didalamnya. Polemik ini kemudian disikapi serius oleh Presiden Prabowo Subianto dengan memerintahkan untuk dibongkar.
Akhirnya Pasukan TNI AL dan sejumlah nelayan bersama-sama membongkar pagar laut di pesisir Kabupaten Tangerang, Banten. Keberadaan pagar laut misterius di sejumlah wilayah perairan Indonesia tengah menjadi perbincangan hangat. Tidak ada pihak yang mengaku sebagai pemilik ataupun bertanggung jawab atas keberadaan pagar laut tersebut.
Sejauh ini setidaknya ada empat pagar laut misterius yang terungkap ke publik, yakni di Kabupaten Tangerang, Banten; Pulau C reklamasi Jakarta; Kamal Muara, Jakarta; serta Bekasi, Jawa Barat. Pagar laut di Tangerang yang paling menjadi sorotan. Pagar dari bambu itu membentang sepanjang 30,16 kilometer (km) dan tak ada yang tahu siapa pemiliknya. Melihat Lokasi HGB Misterius 656 Hektare di Laut Sidoarjo Jatim Berikut daftar terdapat pagar dari bambu di perairan yang membentang sampai puluhan kilometer: Pagar Laut Tangerang. Keberadaan pagar laut di Tangerang itu diketahui dari laporan warga yang diterima Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten pada Agustus 2024 silam.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten Eli Susiyanti mengatakan pihaknya menerima laporan warga pada 14 Agustus dan menemukan dugaan pembangunan pagar laut sepanjang 7 kilometer pada 19 Agustus. Investigasi pun dilakukan, termasuk menggandeng Pangkalan TNI AL Banten, Polairud Polresta Tangerang, hingga Satuan Polisi Pamong Praja (Pol PP) Provinsi Banten. Saat itu, tim gabungan telah meminta pembangunan pagar laut itu dihentikan. Namun, pagar itu terus dibangun hingga sepanjang 30,16 kilometer.
Pembangunan pagar laut misterius Tangerang itu mencaplok wilayah pesisir 16 desa di 6 kecamatan. Ada masyarakat pesisir yang beraktivitas sebagai nelayan sebanyak 3.888 orang dan ada 502 orang pembudidaya di lokasi itu. Pagar laut tak bertuan itu kemudian disegel oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) pada Kamis (9/1).
Dirjen PSDKP KKP KKP Pung Nugroho Saksono mengatakan penyegelan dilakukan lantaran pemagaran laut itu diduga tidak memiliki izin dasar Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL). Keberadaannya juga mengganggu nelayan dalam mencari ikan. Pung juga menyebut penyegelan dilakukan atas perintah Presiden Prabowo Subianto serta arahan langsung dari Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono.
Kemudian, pada Sabtu 18 januari 2025 TNI AL melalui Lantamal III Jakarta dan warga pun membongkar pagar laut tersebut. Pembongkaran ini sempat diprotes oleh KKP dengan alasan pembongkaran itu dilakukan tanpa berkoordinasi dengan Menteri Sakti Wahyu Trenggono. KKP pun meminta pembongkaran untuk ditunda. Di sisi lain, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Nusron Wahid mengungkapkan pagar laut misterius itu ternyata sudah mengantongi sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB). Nusron mengatakan jumlah sertifikat hak guna bangunan itu mencapai 263 bidang. Sertifikat atas nama beberapa perusahaan.
PT Intan Agung Makmur menguasai 234 bidang, PT Cahaya Inti Sentosa sebanyak 20 bidang. Dua perusahaan yang memegang HGB ini terafiliasi dengan pemilik Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan. Kemudian atas nama perseorangan sebanyak 9 bidang, serta atas nama Surhat Haq sebanyak 17 bidang. Kini, sertifikat SHGB dan SHM atas pagar laut misterius sepanjang puluhan kilometer itu telah dibatalkan. Sebab, penerbitannya berstatus cacat prosedur dan material.
Polemik HGB dan Pagar Laut Misterius, Siapa yang Harus Disikat Aparat?
Berdasarkan peninjauan dan pemeriksaan, area 266 sertifikat SHGB dan SHM berada di luar garis pantai dan tidak boleh menjadi perumahan. Karenanya, wilayah itu tidak bisa disertifikasi. Mengingat ratusan sertifikat tersebut rata-rata terbitnya pada tahun 2022-2023 alias kurang dari lima tahun, SHGB dan SHM pagar laut Tangerang bisa otomatis dicabut alias batal demi hukum. Buntutnya, Kementerian ATR/BPN pun memanggil dan memeriksa petugas juru ukur hingga petugas yang menandatangani atau mengesahkan status sertifikat tersebut sebagai langkah penegakan hukum yang berlaku.
Seperti membaca sakral dan profan
Dari pemberitaan yang ada hingga pada situasi lapangan nampak bahwa fenomena pagar laut itu bukanlah sesuatu yang misterius, faktanya ada membentang membelaH pesisir laut. Fenomena ini seperti dramatik-paradigmatik dari pikiran Mircea Eliade seorang sarjana studi sosial dan agama yang menulis buku “The Secred and the profane” tentang sesuatu yang suci dan biasa-biasa saja. Tetapi penulis tentu tidak akan jauh membedah pikiran Eliade dalam fenomena tersebut, tetapi minimal menjadi jalan berfikir kritis yang sejak awal kalau “pagar laut” dianggap sebagai sesuatu yang misterius.
Pagar laut menjadi sesuatu yang misterius ketika tidak ada yang mengaku siapa pemiliknya. Di tingkat elit pun saling membantah, kordinasi menemui jalan buntu, tetapi suara publik terus menerus begitu nyaring. Kontrol publik demikian kuat, hingga dengan tegas presiden Prabowo mengambil sikap untuk memerintahkan untuk dibongkar, dicabut dan diusut secara tuntas. Sebab fenomena pagar laut ini bukan hanya soal bagaimana nelayan yang terdampak, tetapi juga sudah melanggar UU, melanggar hak kedaulatan, serta membunuh ekosistem dan habitus laut.
Pembongkaran pagar laut pada akhirnya membuka tabir “Sakral dan profan” dalam satu fenomenologi. Sakral (misterius) pada kahirnya menjadi kenyataan (profan, tentang ada), artinya pagar laut tersebut tentu ada yang punya dan ada membiayai. Sehingga misteri tentang swadaya nelayan akhirnya terkubur. Dan kebijakan presiden Prabowo Subianto berhasil membongkar kondisi “sakral” menjadi “profan” atau menjadi kenyataan.
Dan ini dinilai sebagai langkah politik yang berpihak kepada kepentingan rakyat. Adakah yang meradang dengan kebijakan Prabowo? Semua memunculkan spekulasi, termasuk tali temali 10 tahun yang lalu sedikit demi sedikit akan dilepaskan, sehingga Prabowo tidak lagi dikepung dengan bayang-bayang dan politik sandera.
Oleh: Saifuddin
Dosen, Penulis buku, Kritikus sosial politik, penggiat demokrasi
______________________________________
Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan oposisicerdas.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi oposisicerdas.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.