Wacana libur penuh selama bulan Ramadan yang diusulkan Kementerian Agama (Kemenag) menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat.
Anggota DPD asal Yogyakarta, Dr. H. Hilmy Muhammad menilai pendapat yang beredar menjadi masukan penting bagi pemerintah sebelum membuat keputusan.
“Pro dan kontra biasa. Setiap kebijakan pasti keduanya itu muncul. Harus dihormati sebagai masukan bagi Kemenag dalam membuat keputusan. Kebijakan ini bagus dan perlu disambut baik karena mengajarkan esensi puasa kepada siswa. Dalam setahun, dalam 12 bulan, mari kita berikan satu bulan penuh untuk lebih menebalkan spiritual dan karakter anak. Anda punya selusin, diminta satu nggak papa, kan? Itu pun untuk kepentingan anak-anak,” jelas Gus Hilmy akrab disapa, dalam keterangannya, Sabtu, 4 Januari 2024.
Menurut dia, kebijakan itu sebaiknya bersifat sunnah mu’akkadah atau anjuran penting untuk dilaksanakan di sekolah. Gus Hilmy menyoroti pendapat kontra umumnya datang dari masyarakat perkotaan.
“Kebijakan ini tentu tidak jadi masalah bagi pesantren dan masyarakat di desa, tapi di perkotaan, ini dilematis. Satu sisi ini kesempatan bagi keluarga dan pendidikan karakter anak, di sisi lain, orang tua khawatir tidak bisa mengawasi anaknya karena berbagai kesibukannya. Tapi sekali lagi, sebulan saja dari 12 bulan untuk bersama anak. Tinggal dibuat kesepakatan dengan anak atau cari formula yang tepat sesuai dengan parenting yang diikuti,” papar Gus Hilmy.
Lanjut dia, untuk membantu orang tua, sekolah dapat membuat program sekolah pesantren sebagaimana pernah dilakukan pada era Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
“Prinsipnya mengalihkan pembelajaran, yang semula diajarkan mata pelajaran, pada bulan Ramadan diselenggarakan sekolah pesantren. Di masa Gus Dur dulu kan begitu. Di samping itu, siswa diberi tugas catatan kecil harian yang diserahkan kepada guru besok harinya. Ini menjadi dasar pemantauan guru atau dasar memberi nilai,” ungkap Katib Syuriyah PBNU tersebut.
Ia menjelaskan bahwa metode pengajaran di pesantren telah teruji bertahun-tahun dengan kurikulum yang paten.
“D pesantren tidak hanya diajari, tapi juga dibimbing dan diberi contoh langsung. Tidak hanya diomongi, tapi juga dilakoni atau dipraktikkan. Karena itu, pesantren punya garansi lebih besar dalam keberhasilan membentuk karakter anak didik,” ungkapnya.
Libur Ramadan, menurut Gus Hilmy, juga menguntungkan bagi guru untuk meningkatkan ibadah.
“Bahkan jika perlu, sekolah bisa mendorong para orang tua untuk memondokkan anaknya selama Ramadan. Sekolah membantu memberikan alternatif pesantren. Di pesantren sendiri, siswa akan dikenalkan dengan cross cultural understanding atau memahami perbedaan budaya dan latar belakang santri lain, yang memungkinkannya lebih bisa toleran dan mampu beradaptasi terhadap perbedaan. Di situlah nanti orang tua akan merasakan perbedaan sikap anak kepada orang tua atau orang yang sepantasnya dihormati,” papar Gus Hilmy.
Alternatif lainnya, kata Gus Hilmy, siswa bisa diberi tugas praktikum mandiri atau kelompok sebagai pengganti kegiatan belajar mengajar harian.
“Jadi tetap tidak masuk setiap hari. Bisa tugas dari guru mata pelajaran maupun guru ekstrakurikuler untuk menambah kreativitas anak,” pungkas Gus Hilmy.
Sumber: rmol
Foto: Ilustrasi Pendidikan Ala Pesantren/Ist