KASUS pagar laut berupa patok-patok bambu yang menghebohkan sepanjang 30.16 Km di wilayah Kecamatan Mauk, Tanjung Pasir dan Kronjo, Kabupaten Banten, saat ini sedang dilakukan pencabutan oleh aparat TNI- AL dibantu oleh masyarakat nelayan setempat.
Hal ini tidak bisa dilupakan yang masih menjadi 'residu', adalah kasus pengurukan empang dan sungai di wilayah penukiman warga di Banten tersebut. Dengan alasan demi pembangunan perumahan dan infrastrukturnya, pengurukan sungai di Kronjo secara 'brutal dan sepihak' telah dilakukan oleh pengembang PT Agung Sedayu Grup. Hal itu jelas, berdampak mematikan hidup dan penghidupan warga petambak dan petani setempat.
Selama ini tampak aparat berwenang di Banten seperti; Kades, Camat, Bupati, Gubernur, instansi terkait (KKP, BPN/ATR) dan aparat kepolisian tampak diam-diam, seperti tidak terjadi apapun. Justru tidak ada pengawasan dan sanksi apapun, yang diberikan oleh aparat berwenang kepada pihak pengembang (Agung Sedayu) sebagai pelanggar hukum, perusak alam dan sarana milik umum (jalan umum, jembatan, masjid). Juga penyerobotan paksa atas lahan sawah, kebun dan empang milik warga.
Jika ada protes atau persetujuan dari warga tentang hak miliknya yang diserobot oleh pengembang dan kroninya, warga malah diintimidasi, diproses hukum, bahkan dipenjarakan oleh polisi.
Selama ini tidak ada tindakan atau sanksi tegas apapun kepada pelakunya (pengembabang). Justeru merekalah yang terutama sebagai pelaku yang mematikan kehidupan masyarakat, perusak prasarana, kehidupan alam dan lingkungan hidup.
Perusakan alam (penimbunan) sungai, adalah melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Siapapun pelakunya tanpa memandang bulu, perusak lingkungan hidup milik.publik bisa dikenakan sanksi pidana penjara dan denda.
Penimbunan sungai adalah kegiatan menutupi aliran sungai dengan tanah. Penimbunan sungai secara sewenang-wenang demi penambahan lahan infrastruktur pembangunan perumahan, jelas dapat merusak ekosistem, mengganggu kehidupan masyarakat, dan mengancam mata pencaharian warga.
Dampak penimbunan sungai antara lain ; menyebabkan banjir lokal, mengurangi pasokan air bersih, merusak habitat ikan, dan mengganggu ekosistem mangrove. Perbuatan tersebut juga dapat mengancam mata pencaharian petani tambak dan nelayan, Jika penimbunan terjadi di Daerah Aliran Sungai (DAS) yang merupakan sumber daya air, maka dapat melanggar hukum yang diatur dalam UU Nomor 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air.
Tanah atau lahan merupakan salah satu aset penting dalam kehidupan manusia, karena setiap manusia membutuhkan tanah sebagai tempat tinggal maupun tempat usaha.
Dalam Pasal 2 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dijelaskan bahwa Negara sebagai organisasi kekuasaan dari bangsa dan rakyat Indonesia mempunyai hak menguasai atas bumi, udara, dan ruang angkasa. Termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, digunakan untuk kemakmuran rakyat sebesar-besarnya, termasuk juga pemeliharaan tanah.
Hal tersebut seperti yang diamanatkan dalam ketentuan Pasal 14 dan 15dijag No.5 tahun 1960. Ketentuan Pasal 2 menyatakan negara dalam pengertian sebagai suatu organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat untuk mengatur masalah pertanahan. Kedudukan negara sebagai penguasa tidak lain bertujuan untuk mencapai kemakmuran rakyat sebesar-besarnya dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur.
Negara juga diberi kewenangan untuk mengatur mulai dari perencanaan, penggunaan, menentukan hak-hak yang dapat diberikan kepada seseorang. Negara juga wajib mengatur hubungan hukum antara orang-orang sampai perbuatan-perbuatan hukum yang berkaitan dengan tanah.
Ketentuan Pasal 1 angka (11) UU Sumber Daya Alam dan Pasal 1 angka (7) Permen PUPR No.28/2015 menjelaskan bahwa; wilayah sungai adalah kumpulan wilayah pengelolaan sumber daya udara, dan termasuk di dalamnya tanah sepadan sungai. Garis sepadan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 38 tahun 2011 tentang sungai pasal 5 sampai dengan pasal 17 ialah 0-20 meter dari bibir sungai atau sepadan dilarang untuk dibangun.
Sungai yang berada di perbatasan Desa Kronjo dan Muncung, Banten, diuruk rata dengan tanah yang diduga dilakukan oleh pengembang proyek PIK 2 (PT. Agung Sedayu).
Dalam PP No.35 tahun 1991 tentang Sungsi, juga diatur larangan menimbun sungai. Termasuk menimbun tanah bantaran sungai, adalah salah satu tanah bebas yang berstatus milik negara atau Tanah Negara.
Sempadan sungai merupakan lahan konservasi yang seharusnya dikelola oleh Dinas Sumber Daya Air (SDA) dan tidak dapat dikuasai oleh perorangan, Pasal 3 ayat (1) PP No. 35 tahun 1991 “sungai dikuasai oleh Negara, yang pelaksanaannya dilakukan oleh Pemerintah.
Sungai maupun bantarannya tidak bisa diambil alih dan dikuasi oleh pihak swasta seperti perusahaan PT. Agung Sedayu.
Sungai merupakan salah satu ekosistem pengairan yang dipengaruhi oleh banyak faktor terutama aktivitas manusia di daerah aliran sungai.
Hal itu dengan jelas diatur dalam Pasal 7 UU Sumber Daya Air (SDA) sebagai berikut:
“Sumber Daya Air tidak dapat dimiliki dan/atau dikuasai oleh perseorangan, kelompok masyarakat, atau badan usaha”.
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan bagian dari SDA, hal ini diatur dalam UU Nomor 17 tahun 2019 tentang SDA. Sungai yang merupakan kekayaan negara (publik) seharusnya dipelihara dan dilindungi oleh masyarakat. Demikianlah apa yang telah dilakukan Agung Sedayu dalam memperlakukan sungai secara sewenang-wenang adalah perbuatan melanggar hukum (pidana dan perdata). Aguan dan kroninya harus disanksi tegas secara hukum, dan diseret kemuka konferensi. Termasuk juga penyerobotan paksa atas lahan, empang dan sawah milik rakyat.
Aparat instansi negara seperti KKP, BPN/ATR, Pemda Banten dan oknum kepolisian yang terlbat dalam kasus penyerobotan lahan di proyek PIK-2 harus diproses secara hukum. Anggota legislatif (DPR, DPD DPRD) Banten harus pro aktif atas kasus tersebut. Jika sikapnya dalam kasus pemagaran laut Presiden Prabowo bisa tegas dan cepat, maka demikian juga diharapkan atas penyerobotan lahan rakyat dan penimbunan sungai. (*)
Oleh: Juju Purwantoro
Tim Advokasi Penggugat kasus PIK-2
______________________________________
Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan oposisicerdas.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi oposisicerdas.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.